Senin, 19 Desember 2011

Saida


6 November 2011

“ Allahu Akbar,,,Allahu Akbar,,,Allahu Akbar,,,
Laa ilaa ha illallahu Wallahu Akbar,,,
Allahu Akbar Walillaahilkhamd… “

Subhanallah…..
gema takbir itu begitu merdu di telingaku, seperti denting gitar yang mengalunkan untaian nada syahdu, satu per satu petikan dawainya terasa sejuk di telingaku, mengisi relung-relung hatiku yang kosong, perlahan namun pasti, ia mengalir bersama aliran darah di tiap pembuluhnya, damaaaaai sekali rasanya, hingga muncul lengkungan di bibirku. Ya, aku tersenyum sendiri! Terimakasih Ya Robb,,,terimakasih atas hari ini…hari ini sungguh indah! ^_^


Jadi ingat kata-kata mbak Is beberapa hari lalu…”Iroh, kapan kamu berqurban? Sudah berapa tahun kamu bekerja? Kenapa nggak bisa menyisihkan uangmu? Cuma 1 tahun sekali lho! Emang kamu nggak pengin?”
Serentetan pertanyaan mbak Is membuatku sadar…malu rasanya,,,malu sekali padaMu Ya Allah….aku yang cerewet! Aku yang nggak pernah kehabisan akal! Aku yang penuh dengan ide-ide cemerlang! Dan aku yang nggak pernah mau kalah atau diam! Tiba-tiba kehabisan kata-kata! Ya, aku cuma bisa nyengir dan garuk-garuk kepala sambil berkata,”heee,,,nggak tau mbak Is, minta doanya saja ya mbak, semoga dimudahkan rezekinya, dan tahun depan bisa berqurban seperti mbak Is. Hati ini ingin sekali rasanya,,,tapi sayang, aku belum bisa”

Hhhhhhh,,,,,

Kembali aku teringat sesuatu. Bukan, bukan teringat, tapi membayangkan! Bayangan yang lebih dalam dan hampir membuatku menangis,,,,,

Ada gubug reog di hadapanku, pagarnya masih terbuat dari pilar-pilar bamboo. Ada yang bolong dan lapuk dimakan rayap. Tak ada lantai ataupun plesteran dari semen di bawahnya, hanya tanah. Atapnya juga sudah tak tertata rapi lagi! Dan tes,,,tes,,,tes…! Air hujan yang turun dari kemarin membasahi tanah di dalam rumah itu, membuat semuanya jadi licin, becek, benar-benar nggak karuan! Nggak enak banget dilihatnya, apalagi kalau harus tinggal di dalamnya, belum tentu aku betah di sana.
Ada dua orang yang hidup di sana, seorang ibu yang kehilangan suaminya dua tahun yang lalu dan seorang gadis kecil bernama Saida.
“Saida, kau sedang apa? Sudah jam 9 lho! Ayo sarapan dulu,apa Saida nggak lapar?” kata si Ibu sambil mengamati putri semata wayangnya yang sedang duduk di teras depan rumah mereka.
“Sebenalnya Saida lapal sekali Umi, tapiiii,,,,xixixi…nanti dulu aaaaach, Saida juga mau melasakan nikmatnya hali ini…hali yang spesial, 1 tahun sekali yang Allah belikan khusus untuk Saida….”
“Apa maksud kata-katamu itu sayang..???”kata si Ibu lagi.
“Lihat saja nanti, pasti Umi tahu…”jawab Saida sambil tersenyum tipis dengan suara cadelnya.
“Ya sudah kalau begitu, tapi kalau Saida nanti pengin makan, ambil sendiri ya sayang, nasi dan lauknya ada di tempat biasa…”kata si Ibu sembari meninggalkan Siada sendirian di sana.
Saida adalah gadis kecil berusia lima tahun yang lucu, pintar, dan sholehah. Rambutnya ikal sebahu, wajahnya manis, ada lesung di pipinya saat ia tersenyum. Bajunya keliatan lusuh, bukan karena kotor, tapi karena terlalu sering dipakai, ia hanya punya lima setel baju termasuk yang dipakai, jadi dalam satu minggu, si Ibu harus mencuci pakaiannya dua kali karena kalau nggak, Saida pasti kehabisan baju.
Cukup lama Saida duduk di teras itu, matanya tetap siaga seperti menunggu sesuatu,,,sesuatu yang sangat diinginkannya. Sesekali ia tersenyum tipis, kedua kakinya yang mungil ia ayun-ayunkan ke atas dan ke bawah,,,lalu sambil bersenandung lirih, ia tersenyum lagi!,,,tapi kali ini matanya melihat ke atas lalu ia bergumam,”Ya Allah, aku yakin hali ini untukku, juga untuk anak-anak lain sepeltiku, meskipun pelutku lapal sekali, insyaAllah, aku akan sabal menunggu,,,”
Lalu ia beralih melihat perutnya sendiri, sambil menunduk dan mengelus-elus lembut perutnya, ia bergumam lagi,”sabal ya cacing-cacing di pelutku, jangan konsel mulu, kalena kata Umi, Allah beselta olang-olang yang sabal, jadi kalau kalian mau sabal, kalian pasti akan mendapatkan yang telbaik, okey?”

“ Allahu Akbar,,,Allahu Akbar,,,Allahu Akbar,,,
Laa ilaa ha illallahu Wallahu Akbar,,,
Allahu Akbar Walillaahilkhamd… “

Suara takbir itu masih mendayu-dayu, semakin syahdu di telingaku, juga di telinga Saida, gadis kecil dalam imajinasiku, sesekali ia bergumam mengikuti suara takbir itu. Tapi karena suaranya cadel, lebih baik nggak usah kutulis, karena kalau ditulis, bacaannya jadi nggak karuan! Dan pasti kalian akan ikut tertawa juga mendegar suara cadelnya.

Setengah jam pun berlalu,,,,,

“Assalamu’alaikum, Saida cantik, Uminya ada?” kata Akbar, seorang aktifis remaja masjid di daerah itu, ia membawa sesuatu di tangannya, terbungkus dalam plastik hitam.
“Wa’alaikum salam, Umi di dalam ka Akbal…ada apa ka? Sebental Saida panggilkan…”
“Oh, nggak usah kalau gitu” tukas Akbar, ”nanti biar Saida saja yang menyampaikannya, ini ada daging dari Masjid Al-Huda untuk Umi dan Saida, semoga bermanfaat ya dek !”
“Alhamdulillahilobbil’alamiin,xixixi…makasih ya ka…tentu daging ini sangat belmanfaat untuk kami, semoga Allah menambah lezeki & kesehatan kepada setiap olang yang belqulban hali ini…”jawab Saida kegirangan.
“Amin,,,amiin…”ucap Akbar seraya mengatupkan kedua telapak tangan ke mukanya…”pintar sekali kamu dek, siapa yang mengajarimu sayang?”
“Umi…ka,,,,,kata Umi, Saida halus membalas kebaikan olang lain, dan kalau Saida nggak bisa membalasnya, balaslah kebaikan itu dengan doa yang baik untuknya…”ucap Saida pelan.
“Subhanallah, kamu benar-benar gadis yang pintar, jazakillah khoiron katsir…!”kata Akbar lagi.
“Hahhh…??? Apa tuch ka Akbal, altinya???”tanya Saida keheranan sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan…”
“Amin,,,amiin…makasih ya ka Akbal”
“Makasih kembali dek Saida, ka Akbar pergi dulu ya…assalamu’alaikum…”
“Okey ka Akbal,,,wa’alaikum salam” jawab Saida dengan senyum, mengakhiri pembicaraan mereka.
Dan Akbar pun pergi meninggalkan Saida….tinggallah Saida sendirian di sana.
“Umi…..Umi…sini Mi,,,lihat nich, apa yang Saida bawa…”ucap Saida setengah teriak sambil berlari kecil menuju kamar ibunya.
Namun sebelum Saida sampai ke kamar uminya, si Ibu sudah keluar dari sana…ia masih memakai mukena putih lengkap dengan sebuah tasbih kecil dari kayu berwarna coklat pemberian almarhum suaminya di tangan kanannya.
“Kenapa sayang? Ada apa? Jangan teriak-teriak…Umi baru selesai sholat Dhuha…”kata si Ibu.
“Heee, maaf Umi…Saida ganggu ya? Ini ada daging, Umi,,,,tadi ka Akbal ke sini…”jawab Saida sembari menunjukkan bungkusan plastik hitam di tangannya..”ya sudah, kalau gitu Umi lanjutkan saja membaca doanya…tapi nanti kalau sudah selesai, tolong dimasak ya Umi,,,,,disate juga boleh! Pokoknya dibikin apa saja dech,,,bial jadi enak!,,xixixi…asyik,,,asyiiiiiikkkk…hali ini makan daging! Akhilnyaaaaa,,,,,oooowwhhh…!!!,,jadi lapal lagi pelutku…”
“Nggak ganggu koq sayang,,,Umi sudah selesai membaca doanya”jawab si Ibu lirih seraya mengelus-elus lembut kepala putrinya…”jadi ini to, yang bikin Saida nggak mau sarapan dari tadi? Ya sudah kalau gitu,,,sebentar ya sayang, Umi lipet dulu mukenanya, abis itu kita masak bareng dagingnya okey?”
“Siiip Umi,,,setujuuuuuu…!!!”celetuk Saida spontan.

Tak lama kemudian, mereka berdua menuju dapur. Di sana mereka bedua duduk di sebuah dingklik…tempat duduk yang terbuat dari potongan kayu persegi panjang yang telah disusun rapi dan di kedua ujungnya ditopang dengan kayu persegi panjang juga, yang biasanya disatukan dengan beberapa buah paku di tiap sudutnya.
Saida tampak Asyik menunggui uminya…..siku tangan kirinya menempel di lutut dan telapak tangan kirinya, ia taruh di dagu sedangkan telapak tangan kanannya ditaruh di paha kanan. Sesekali ia membuat irama dengan tepukan-tepukan kecil di paha kanannya, ia terlihat ceria…asyik sekali!!!
“Astaghfirullahal’adhiim…Umi lupa!”ucap si Ibu.
“Kenapa Umi? Apanya yang lupa?”tanya Saida ingin tahu.
“Umi lupa sayang, kalau minyak tanahnya habis dan Umi belum sempat membelinya…”jelas si Ibu.
“Oh itu…tenang Umi,,,nggak apa-apa, Saida mau koq beliin minyak tanahnya, di lumah Sabila kan? Temennya Saida itu?”
Si Ibu terdiam sejenak, ia bingung harus menjawab apa, sesaat ia pandangi wajah putrinya yang ceria itu…ia sungguh tak tega kalau harus mengecewakannya!....si Ibu terdiam lagi dan berpikir! Lalu sambil menghela nafas panjang, ia pun berkata…
“Sayang, Saida makan dulu saja, nanti Umi yang beli minyak tanahnya…lagian kalau masak itu kan perlu waktu yang lama, mungkin sampai 1 jam, emangnya Saida nggak lapar?”
“Nggak apa-apa Umi…Saida bisa tahan koq, kan Umi yang ngajalin Saida supaya Saida belajal sabal, kalena Allah menyukai olang-olang yang sabal…..ya kan?
Si Ibu terdiam lagi, ia kehabisan kata-kata! Ia kembali berpikir, apa yang harus ia katakan? Akhirnya ia mengelus-elus lembut kepala putrinya sambil berkata…”kamu benar sayang….Allah menyukai orang-orang yang sabar, juga menyayanginya, mungkin karena itu, Allah menyuruh Saida agar lebih bersabar lagi karena Allah ingin menyayangi Saida…”jawab si Ibu pelan.
“Apa maksud Umi?”Tanya Saida penasaran.
“Uang Umi habis sayang…..tinggal lembaran ini yang tersisa..”si Ibu mengeluarkan uang 1000 rupiah dari dalam dompet kecilnya…”sudah 2 hari ini nggak ada yang mau mencucikan pakaiannya pada Umi, atau sekedar menyetrikakan pakaian mereka…”
“Oh, gitu ya Umi?” kata Saida, ia terdiam sejenak, berpikir, dan…”emmm, gimana kalau pakai kayu bakal saja Umi? N anti kalau Umi capek, Saida Bantu dech, niupin apinya…gimana?”
“Saida sayang, kebetulan kayu bakarnya juga habis…tadi pagi masih ada 1 ikat, tapi sekarang sudah habis, sudah Umi pakai untuk menggoreng tempe dan telor ceplok kesukaan Saida…”kata si Ibu…”gimana kalau sekarang Saida makan pakai telor ceplok saja? Sudah Umi siapin lho! Masih hangat sayang…hmmmm!!! Pasti enak..!”
“Aaaaaa…! Nggak mauuuu…!!! Pokoqnya Saida nggak mau makan kalau nggak pakai daging itu!..hiks,,,hiks,,,hiks…”
“Sabar sayang,,,jangan seperti itu…!!!”
“Saida sudah cukup sabal Umi…hiks,,,hiks,,,hiks,,,Saida nggak pelnah ili sama teman-teman Saida, tiap kali meleka belangkat TPQ, meleka selalu bawa makanan yang enak-enak, Saida nggak apa-apa…..kalau meleka bawa loti, Saida cuma bisa bawa emping! Kalau meleka bawa spagetty, Saida cuma bisa bawa bihun! Kalau meleka bawa ayam atau daging, Saida cuma bisa bawa tempe goleng, ikan teli, ikan asin, atau telol ceplok bikinan Umi! Saida masih sabal Umi, Saida nggak pelnah mengeluh! Kalena Saida pelcaya kata-kata Umi, Umi bilang  di hali raya ‘Idul Adha ini semua olang miskin, semua anak yatim dan semua anak yang nggak mampu sepelti Saida bisa makan enak! Bisa makan daging banyak,,,banyak sekali,,,sepuasnya….tapi mana buktinya??? Umi bohong! Apakah Saida halus menunggu satu tahun lagi untuk bisa memakannya? Kenapa…kenapa Umi…kenapa walaupun daging ini sudah ada di depan Saida, tetap saja Saida nggak bisa memakannya? Kenapa Allah nggak sayang pada Saida?”
“MasyaAllah Saida…!!! Kamu ga boleh bicara seperti itu Saida, ingat nak! Allah mendengar dan mencatat setiap kata yang keluar dari mulut kita karena itu jangan membuatNya murka sayang. Sayang, lihat Umi, dengarkan kata-kata Umi…Umi nggak suka Saida jadi anak yang durhaka pada Allah hanya karena Saida nggak bisa makan daging hari ini…”kata si Ibu sambil menatap anaknya, ia menaruh kedua telapak tangannya di kedua pipi putrinya…”Saida tau, rumah ini, Umi, almarhum Abi, juga Saida…itu semua milik Allah, udara yang kita hirup ini, tanah ini, dan langit yang luas itu…itu juga milik Allah, semua orang di dunia ini, yang kaya atau miskin seperti kita…itu juga kepunyaan-Nya,,,,,dan kambing, sapi, kerbau, juga unta. Semua hewan qurban itu juga punya Allah sayang, jadi Dia sangat berhak! Sangat berhak berbuat apapun pada kita, Dia itu Maha Penyayang, sayangku….dan salah satu yang disayangi-Nya adalah hamba-Nya yang sabar…..dan Allah ingin Saida bersabar, karena Dia ingin menyayangi Saida, apa Saida mengerti..???”
“Hiks…hiks…hiks…”tangis Saida lebih kencang kali ini...dan ia memeluk uminya erat sekali…”maafin Siada Umi, Saida salah, tapi Umi jangan malah sepelti itu, Saida janji nggak akan belkata sepelti itu lagi, Saida juga janji, akan lebih belsabal lagi, bial Allah sayang sama Saida…”
“Alhamdulillah…”si Ibu membalas pelukan Saida..”Umi memaafkanmu sayang, Umi juga minta maaf kalau kata-kata Umi terlalu keras, tapi Saida juga harus minta maaf sama Allah, Saida tahu kan bagaimana caranya?” kata si Ibu seraya melepas pelukan Saida dan menyeka airmata putri kesayangannya.
Saida mengangguk,,,,,
“Astaghfilullahal’adhiim,,,astaghfilullahal’adhiim,,,astaghfilullahal’adhiim…ampuni Saida Ya Allah, Saida janji nggak akan belkata sepelti itu lagi…amiin…”Saida berdoa seraya menengadahkan kedua telapak tangannya ke atas dan mengakhirinya dengan mengatupkan kedua telapaknya ke mukanya sendiri.
“Anak pintar,,,,,”kata si Ibu…”kalau begitu, sekarang kita makan ya sayang, mumpung masih anget telornya…!”bujuk si Ibu.
Saida menggeleng pelan.
“Kenapa sayang?” tanya si Ibu lagi.
“Kalena Saida sudah janji pada dili sendili, juga sama pelut Saida, kalau Saida nggak akan makan tanpa daging itu. Dan kalena Saida juga pelcaya, Allah sayang Saida, kalena itu Dia pasti nggak akan membialkan Saida kelapalan hali ini…Saida tidul dulu Umi…”ucap Saida sambil tersenyum dan meninggalkan uminya sendirian di sana.
“Ya Allah, anak itu keras kepala sekali! Persis seperti almarhum ayahnya…apa yang harus ku lakukan Ya Allah?”gumam si Ibu dalam hati…”Ya Allah, malu rasanya kalau harus berdoa seperti ini…tapiiii,,,cuma ini yang bisa kulakukan untuk putri kesayanganku, putri semata wayangku…Ya Allah, berikanlah mukjizat-Mu untukku, aku ingin,,,ingin sekali,,,anakku bisa makan daging hari ini…hiks,,,hiks,,,hiks,,,ia anak yang baik Ya Allah, juga sholehah, aku yakin Engkau tahu itu, aku selalu mengajarinya untuk mengingat-Mu…setiap saat, setiap waktu, sebisaku, dan semampuku! Karena itu aku juga yakin,,,Engkau juga menyayanginya, seperti aku menyayanginya….Ya Allah, kabulkanlah doaku, amiin…”

Si Ibu beranjak dari tempat duduknya…..ia menghampiri putrinya yang sudah tertidur di sebuah kasur tipis beralas tikar dalam kamarnya yang sempit itu, ia tahu kalau putrinya hanya pura-pura tidur…kembali si Ibu mengelus-elus lembut kepala putrinya…”putriku yang malang, kasihan sekali kamu nak…”gumamnya dalam hati.

Detik saat itu terasa lama…..sepertinya ia enggan sekali beralih ke menitnya, si Ibu masih tetap mengelus-elus putrinya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memegang butiran-butiran kecil berwarna coklat, mulutnya terus bergumam, ia membacanya lagi dan lagi! Dengan penuh kesungguhan….

Akhirnya menit itu beranjak juga dari peraduannya, perlahan namun pasti…satu jam pun telah berlalu.

“Assalamu’alaikum….”suara salam itu mengagetkan si Ibu, ia segera keluar dari kamarnya menuju ke sumber suara itu.
“Wa’alaikum salam…”jawab si Ibu…”eh, bu Eni…ada apa Bu? Silakan masuk Bu…”
“Nggak usah, saya cuma sebentar…ini Bu, ada masakan rendang daging buat Ibu, tadinya saya mau ngasih daging mentah saja, tapi setelah saya pikir lagi, kalau daging mentah, ibu pasti sudah mendapatkannya, karena itu lebih baik saya kasih yang sudah dimasak saja…Ibu inget nggak? Ibu kan yang ngajarin saya masak rendang daging, tapi kalau masakannya nggak seenak masakan Ibu mohon dimaklumi ya Bu,,,baru belajar, xixixi…”kata bu Eni, salah satu pelanggan si Ibu yang suka mencucikan pakaian padanya.
“Alhamdulillah…terimakasih Bu, atas rendang dagingnya…tapi ini banyak sekali! Wah,,,waaaaah…bisa untuk 2 sampai 3 hari nich, xixixi…makasih banyak ya Bu,,,,saya yakin, masakan Ibu pasti enak…!!! Sebentar ya Bu, saya ganti dulu piringnya”
“Oh nggak usah”tukas bu Eni…”hari Minggu saja Ibu datang ke tempat saya, sekalian saya minta dicucikan bajunya, sudah numpuk Bu….oh iya, hampir lupa, ini ada sedikit rezeki untuk Ibu semoga bisa membantu, mungkin ga terlalu banyak tapi saya mohon jangan ditolak ya Bu..”Bu Eni mengeluarkan amplop putih kecil dari dalam saku bajunya dan memberikannya pada si Ibu.
“Untuk saya Bu, aduh…saya jadi merepotkan nich Bu…sudah dikasih daging, dikasih amplop lagi!..”
“Oh, sama sekali nggak Bu, justru saya yang sering merepotkan Ibu, sering minta jagain anak saya, sering minta bantuan masak dan lain sebagainya karena itu di hari raya qurban ini saya ingin berbagi dengan Ibu, jangan sungkan ya Bu…”timpal bu Eni.
“Ya sudah kalau begitu, saya terima amplop Ibu…..terimakasih banyak Bu, semoga Allah menambah rezeki Ibu, memberi kesehatan dan juga kebaikan hati…agar tahun depan bisa berqurban lagi…”
“Amin,,,amiin,,,makasih ya Bu…saya pamit dulu, assalamu’alaikum”kata bu Eni.
“Wa’alaikum salam”jawab si Ibu.

“Alhamdulillah, terimakasih Ya Allah, Engkau telah mengabulkan doaku, akhirnya putriku bisa makan daging hari ini…”gumam si Ibu dalam hati matanya berkaca-kaca,”Saida pasti senang sekali, lebih baik ku bangunkan ia, ia pasti lapar sekali…”

Namun belum sempat si Ibu membangunkan Saida, tiba-tiba,,,,,

“Assalamu’alaikum…”
“Siapa lagi yang datang ya? Wa’alaikum salam…”jawab si Ibu lagi seraya menuju pintu depan…”oh, ibu Ita, mari masuk Bu, ada apa nich, koq tumben jauh-jauh ke sini? Ada yang bisa saya bantu?”
“Oh nggak usah Bu, saya cuma sebentar…ini, ada sedikit rezeki dari Allah dan saya ingin berbagi dengan Ibu…..selama ini, Ibu selalu membantu saya, mengantarkan anak saya ke sekolah kalau saya nggak sempat, mengajari anak saya mengaji, dan Ibu juga banyak memberikan tausiyah kepada saya…mungkin apa yang saya berikan hari ini nggak bisa membalas semua kebaikan Ibu…jadi saya mohon jangan ditolak ya Bu?” kata bu Ita seraya memberikan piring berisi sate kambing dan sebuah amplop putih kecil kepada si Ibu.
“Alhamdulillahirobbil’alamiin…terimakasih banyak Bu, semoga Allah membalas semua kebaikan Ibu dan mempermudah rezeki Ibu serta memberikan kesehatan jasmani dan rohani kepada Ibu agar tahun depan bisa berqurban lagi” jawab si Ibu sambil menerima sepiring sate dan amplop kecil tadi.
“Amin,,,amiin,,,makasih doanya ya Bu…..oh iya,besok ke rumah saya ya Bu, setrikaan sudah menunggu tuch,xixixi...piringnya nggak usah diganti sekarang , besok saja sekalian ke sana, saya pamit dulu ya Bu, assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikum salam Bu…”ucap si Ibu mengakhiri pembicaraan mereka.
“Alhamdulillahirobbil’alamiin…terimakasih Ya Allah, terimakasih atas rezeki yang Engkau berikan hari ini, ada 2 pilihan masakan untuk putriku, Saida pasti senang sekali, aku taruh di meja makan ah biar Saida terkejut nanti,xixixi…”gumam si Ibu seraya menuju dapur…”lebih baik sekarang kubangunkan Saida…aku nggak sabar menunggu reaksinya yang kegirangan, xixixi…”

Namun belum sempat si Ibu membangunkan Siada, tiba-tiba,,,,,

“Assalamu’alaikum…..”ada suara perempuan dari arah pintu suara yang tak asing di telinga si Ibu, suaranya agak serak & berat! Itu suara bu Aisyah, bu RW di daerah itu.
“Wa’alaikum salam…sebentar bu Aisyah…”jawab si Ibu seraya menghampirinya…”bu Aisyah, mari silakan masuk…”
“Oh nggak usah Bu, saya cuma sebentar…alhamdulillah hari ini saya diberi kesempatan untuk berqurban, karena itu saya ingin membaginya bersama Ibu, mudah-mudahan Ibu suka masakan ini, saya nggak akan pernah melupakan kebaikan Pak Husin, karena beliau suami saya jadi mau sholat bahkan sekarang rajin mengaji, xixixi…semua itu berkat pak Husin, almarhum suami Ibu dan ini juga ada sedikit uang untuk Ibu, semoga bisa membantu, tolong Ibu jangan menolaknya ya Bu…”
“Bu RW ini…jangan begitu Bu, suami saya ikhlas koq Bu, nggak mengharap apa-apa”jawab si Ibu…”tapi terimakasih untuk sambal goreng daging sapinya, juga untuk uangnya,,,semoga Allah membalas semua kebaikan Ibu…menambah rezeki Ibu, agar bisa berqurban lagi.
“Amin,,,amin,,,makasih doanya ya Bu, saya pamit dulu, assalamu’alaikum…”ucap bu Aisyah.
“Wa’alaikum salam…”jawab si Ibu.
“Subhanallah…..sekarang aku punya 3 masakan daging dan semuanya enak-enak…..alhamdulillahirobbil’alamiin…Engkau sungguh Sang Maha Mensyukuri…terimakasih Ya Allah…”gumam si Ibu dalam hati”aku harus membangunkan Saida sekarang, aku nggak sabar melihat reaksinya yang kegirangan… ! Xixixi…”
Lalu si Ibu menaruh masakan itu di meja makan…..kini ada 3 masakan enak yang berjejer di sana, ia pandangi masakan itu satu demi satu, sate kambing, rendang daging, dan sambal goreng daging sapi…tak terasa air matanya meleleh, sudah lama sejak ‘Idul Adha tahun kemarin, ia tak pernah merasakan masakan-masakan itu…..lalu ia menyeka airmatanya dan menghampiri kamar Saida.

Namun belum sempat si Ibu membangunkan Saida, ada suara yang mengagetkannya lagi!!!

“Assalamu’alaikum…..”
“Wa’alaikum salam…”jawab si Ibu…”siapa lagi ya yang datang?” tanya si Ibu dalam hati, lalu ia pun menuju ke pintu depan, di sana ia melihat ada bu Lastri, ia membawa rantang berisi gulai kambing & sebuah amplop putih kecil!
Si Ibu tak bisa berkata-kata lagi! Sepertinya ia sudah tahu apa yang akan terjadi nanti, ia terdiam beberapa saat, sampai ia tak sadar kalau bu Lastri sedang bicara padanya dari tadi.
“Bu,,,kenapa Bu? Bu,,,,Ibu dengar kata-kata saya kan?” tanya bu Lastri.
“Eh, maaf,,,saya nggak apa-apa Bu, saya cuma heran, hari ini banyak sekali yang memberi saya masakan, dari bu Eni, bu Ita, bu Aisyah,,,dan sekarang bu Lastri…dan anehnya setiap masakan yang kalian berikan, berbeda-beda semua. Subhanallah, ini benar-benar aneh! Benar-benar di luar akal sehat saya…”jawab si Ibu menjelaskan.
“Oh gitu ya Bu, itu berarti Allah sayang sama Ibu dan Saida, karena kalian berdua adalah manusia-manusia yang baik, yang berharga bagi-Nya, jadi saya mohon jangan ditolak ya Bu, gulai kambing ini buat Ibu, resep dari kakak saya yang sudah 3 tahun sukses dengan bisnis rumah makannya, jadi pasti enak,,,dan ini ada sedikit rezeki, saya ingin membaginya juga bersama Ibu, tolong diterima ya Bu..”ucap bu Lastri tersenyum sambil menyerahkan rantang dan amplop kecil itu.
“Terimakasih banyak bu Lastri, Allahu Yubarik Fiik…”
“Amin,,,amiin,,,Wa iyyakum,,,saya permisi dulu ya Bu, assalamu’alaikum…”kata bu Lastri.
“Wa’alaikum salam”

“Subhanallah…
Walhamdulillah…
Maha Suci Engkau Tuhanku…
terimakasih atas semua hidangan ini,,,aku sungguh tak bisa berkata apa-apa lagi….terimakasih atas kasih-sayangMu Ya Allah…” gumam si Ibu,,,kembali airmatanya meleleh.
Lalu ia menaruh rangtang tadi di meja makan…..meja makan yang biasanya kosong, atau hanya berisi tempe, tahu, sambal, telor ceplok, ikan asin, atau ikan teri, sekarang sudah berubah! Pemandangan yang sudah 365 hari tak pernah ia lihat di meja itu. Si Ibu begitu terpesona melihat ke-4 masakan tadi. Mulutnya terus bergumam, ia bertasbih atas keajaiban yang terjadi hari ini, lalu si Ibu membuka satu per satu amplop kecil dari ke-4 tetangganya tadi…..aneh! Aneh sekali! Karena tiap amplop yang ia buka, amplop ke-1, ke-2, ke-3, dan ke-4, berisi uang yang sama nilainya. Lembaran berwarna biru tua bergambar I Gusti Ngurah Rai! Ya, ada uang 50 ribuan di tiap amplopnya! Si Ibu semakin kaget dan terheran-heran karena uang yang tadinya cuma 1000 rupiah, kini telah menjadi 200 ribu rupiah!
“Subhanallah…hiks,,,hiks,,,hiks…Walhamdulillah,,,hiks,,,hiks,,,hiks...”si Ibu tak kuasa lagi menahan tangisnya! Tangisnya seakan meledak!”terimakasih Ya Allah, Engkau sungguh telah menurunkan mukjizatMu pada kami hari ini, aku sungguh menyayangi-Mu Ya Allah…aku semakin sayang pada-Mu…hiks,,,hiks,,,hiks,,,”
“Umi…kenapa Umi? Kenapa Umi menangis? Apa karena Saida ya? Karena Saida nggak mau makan? Iya Umi? Maafkan Saida Umi, Saida janji…Saida akan makan, meskipun tanpa daging itu tapi Umi jangan menangis nanti Saida juga ikut menangis ”bujuk Saida pada si Ibu.
“Nggak sayang, Umi nggak apa-apa, ini adalah airmata bahagia. Lihatlah sayang, lihatlah di depanmu…ada 4 masakan daging di meja ini! Saida boleh memakannya! Semuanya! Sepuas hati Saida! Tapi jangan lupa, sebelum itu Saida harus bersyukur dulu pada Allah…ini adalah bukti, apa yang Umi katakan sebelum Saida tertidur tadi, kalau Allah sayang sama Saida! Sangat menyayangi Saida juga menyayangi Umi…”kata si Ibu seraya menyeka airmatanya lalu tangannya menunjuk ke arah meja makan, tempat berjejernya ke-4 masakan tadi….
“Hahhh! Hah…!!! Ada sate! Xixixi,,,ada sambal goleng juga! Wah,,,waaaah! Ada gulai juga Umi,,,hmmmm….baunya enak sekali! Xixixi,,,dan ini…ini apa Umi, koq walnanya coklat sich Umi? Hmmmm…tapi baunya juga enak! Ini pasti juga enak…telimakasih Ya Allah,,,telimakasih atas semua masakan ini…..Saida tahu, Engkau pasti sayang padaku…..aku juga menyayangi-Mu Ya Allah! Lebih dali lasa sayangku pada Umi…”kata Saida kegirangan…namun setelah ia mengucapkan kata-kata terakhirnya, ia melirik uminya, lalu berkata lagi…” Nggak apa-apa kan Umi kalau Saida lebih sayang Allah dalipada Umi? Umi nggak malah kan?”
“Nggak apa-apa sayang, Umi justru bahagia karena Saida memang harus lebih menyayangi-Nya daripada Umi…”tutur si Ibu lembut kepada putrinya, ia mengelus-elus lembut kepala putrinya dan berkata lagi…”yang coklat itu namanya rendang sayang, itu juga rasanya enak! Enak sekali!”
“Benal Umi? Xixixi…asyik,,,asyiiiikkkk…horeeeeee…! Hali ‘Idul Adha yang indah, hali ini memang untukku! Xixixi…Semoga semua olang yang miskin sepelti kita, juga bisa melasakan enaknya daging ini ya Umi,,,sepelti Saida, juga Umi…”ucap Saida kegirangan…”Saida boleh mencoba semuanya Umi? Pelut Saida lapal sekali!!!”
“Amin,,,amiiin….doamu indah sekali sayang…..Allah pasti mendengarkan! Dan mengabulkan!...”jawab si Ibu pelan sambil tersenyum…”Makanlah sepuasmu sayang, tapi jangan berlebih-lebihan, karena Allah nggak suka pada orang yang melampaui batas, kalau sudah kenyang berhenti…kalau bisa sebelum kenyang, ingatlah masih ada malam hari, juga besok pagi….dan Saida masih bisa memakannya lagi….”
“He’eh Umi…Saida mengelti…”jawab Saida sambil mengangguk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar